Wednesday, September 26, 2012

#3 Adoro Te (July 22th 2010)

Kembali sakit ini terasa, sudah tak tahan. Engkau tetap saja jauh, tetap hilang. Aku selalu tidak menemukan cinta itu. Andai ku dapat mengubah sejarah, takkan ada rasa sakit ini yang terukir.

Suara-suara sesat membuatku terpuruk dalam keegoisan dari si cemburu dan dendam. Aku menghina diriku sendiri karenanya. Sidah tak tahu bertopang pada apalagi. Sakit menindas dan rasa dendam melumpuhkan.

Aku bagai dalam medan perang, terjebak di tengah dentuman guntur di langit. Apa yang menyebabkan ku menangis? Cinta yang tak bisa diukur oleh akal, oleh pertimbangan ataupun dibandingkan dengan yang lainnya.

Orang boleh mendapatkan kemenangan-kemenangan atas kemerdekaan hawa nafsu. Tetapi jikalau dia menjadi budaknya dari nafsu, dia tidak akan merasakan kebahagiaan murni dan cinta dari kemerdekaan sejati. Sebelum menyebarkan kefanaan dunia, tenggelamkanlah dirimu dalam cinta!

Seluruh cinta itu akan musnah, digantikan dua macam kerajaan. Nafsu dan kemewahan sebagai dew-dewinya, harta kekayaan sebagai pendetanya dan hati manusia akan jadi korban sesajian.

Tetapi daya cinta kasihku lebih besar, jutaan kali tak terbatas daripada nafsu. Aku bukan lelaki yang membuat cinta menjadi hina, menjadikan cinta transaksi jual beli nafsu. Cinta tak butuh penjual dan pembeli. Cinta selalu mengambil posisi sebagai pemberi.

Aku mencintaimu, karena aku ingin mencintaimu. Cukuplah bagiku hanya mencintaimu. Cinta menembus segalanya, berada dimana-mana, mempengaruhi siapapun untuk melakukan apapun.

Memang tak terikat, tapi cintaku menyinari dirimu. Bahkan sikap egoisme dan tercela sekalipun merupakan manifestasi dari cintaku yang sama.

Biarlah aku mencintaimu, semata-mata untuk cinta. Adalah kegilaan dari cintaku yang menemukan ekspresinya dalam puisiku. Cinta adalah devosiku yang paling tinggi.

Imbalan bagi cinta adalah cinta, hanya itu satu-satunya yang menghilangkan susah. Hanya dengan meminum cinta, penyakit lenyap. Cinta selalu muncul di tengah persoalan.

Aku mencintaimu, dan kau mencintaiku. Ketika mencintaimu, aku mencintai diriku. Ketika mencintai diriku, aku mencintaimu. Pecinta dan yang dicintai ternyata satu adanya. Cinta tak pernah hadir bersama nafsu, ketenaran, dan keserakahan.

Sebab cinta yang tak mementingkan diri adalah satu-satunya sumber. Semua rumus dan pengajaran hanyalah bayangan. Cinta, cintalah satu-satunya harta berharga. Cintamu yang menyalakan pelita kehidupanku, menembus kabut duka, merengguk anggur cinta. Musim cinta yang selalu berubah warna.

Depok, 22 Juli 2010.

No comments:

Post a Comment