Aku tak paham bersimfoni, tapi dengarlah:
Mungkin orang lain akan menangis, bahkan pun sampai menjerit. Berguling dalam kegundahannya dengan air mata dan pekik, sungguh sesat. Satu kata, satu suara, bahkan satu jentikan jarimu bisa membuat orang berteriak.
Aneh jika aku tak sakit, tapi aneh juga jika tak senang. Sejak saat itu, insomnia jadi tradisi malamku. Resah gelisah, gundah gulana, seperti sekarat. Mungkin lain kali kau harus siapkan peti matiku, beserta lubang kuburnya.
Tapi bagaimanakah engkau, aku lupa. Tak ada kabar sejak itu, hanya bualan orang. Pasti sakit sekali mendapatkannya, seperti terbelah. Itu jika memang kau cintai dia.
Kau cinta padanya? Aku tak yakin, hanya main-main saja kupikir. Tangisanmu apakah tulus, atau hanya pelampiasan masalah lain yang sudah tak tahan? Ya, itulah yang membingungkan bagiku.
Aku cinta kau, dan kau cinta aku. Itulah yang menjadi doa batinku setiap saat, kiranya menjadi sebuah sumpah prasetya. Tiada lelah menarikmu ke dalam hidupku, bisa membuatku menyingkirkan semua masalah dan lalu melihat ke depan.
Kau pencerahanku, guruku, belahan jiwaku. Kau yang mengajarku untuk mencinta, untuk mengasihi. Sakitmu jadi sakitku, bahagiamu jadi bahagiaku. Mungkin klasik, tapi itulah tumpahan rasaku.
Jika kau mau melepas, aku setuju. Bahkan pun kalau kau mau tetap, aku setuju. Selama masih hatimu yang benar menginginkan, jangan sungkan untuk mengambil keputusan. Apalagi menjadikanku penghambat, jangan!
Aku katakan, andai sekali-kalinya pun! Jika dia berani menyakitimu, aku tindak. Tak peduli apa salahmu, tapi tak kupandang alasan. Jika cinta, teruskan! Jika tidak, hentikan! Hanya itulah opiniku sebagai temanmu, satu-satunya yang menggila karenanya.
Depok, 20 Juli 2010
No comments:
Post a Comment