Monday, September 30, 2013

Dua Sayap Angkuh

Lihatlah, aku mengakuinya:
bahwa aku belum pernah sekalipun rela
menerima lebah seperti kedua sayap itu,
yang hendak membawa bunga ini terbang.

Dua sayapmu harus kau sadari.
Mereka belum mapan,
tapi ditutur ajian tak terima.
Mau mengibas-ibas sesuka hati, serasa sudah jadi rajawali.

Utarakanlah ke segala kelopaknya dan setiap tetes embunnya:
bahwa sayap sejak lahir sudah bisa mengepak.
Lalu kita lihat anjing mana yang menggonggong setuju.
Insaf dan merendahlah, mengaku dirilah apa yang kau butuh.

Aku hampir malas meladeni,
aku harap mereka membiarkanmu merasakan
segala yang kau pernah tebas di daun bungaku.
Sampai purna kalamu biarlah kau menanggungnya,
lalu hari itu menolehlah kepadaku dan hitunglah sesalmu.

Maka dengarlah aku mengutuk kedua sayap itu yang takkan pernah ada lebihnya daripadaku.

Saturday, September 28, 2013

Beberapa Patah Kata

Beberapa puisi kesayanganku, yang ditorehkan oleh Maestro Sapardi Djoko Damono.

* * *

PADA SUATU PAGI HARI

Maka pada suatu pagi hari
ia ingin sekali
menangis sambil berjalan tunduk
sepanjang lorong itu

Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik
dan lorong sepi
agar dia bisa berjalan sendiri saja
sambil menangis dan tak ada orang bertanya kenapa

Ia tidak ingin menjerit-jerit
berteriak-teriak mengamuk
memecahkan cermin
membakar tempat tidur

Ia hanya ingin menangis lirih saja
sambil berjalan sendiri
dalam hujan rintik-rintik
di lorong sepi
pada suatu pagi

* * *

AKULAH SI TELAGA

Akulah si telaga
berlayarlah di atasnya
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil
yang menggerakkan bunga-bunga padma

Berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya
sesampai di seberang sana
tinggalkan begitu saja
perahumu biar aku yang menjaganya

* * *

HUJAN BULAN JUNI

Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu
di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

* * *

AKU INGIN

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada

* * *

"Ketika berhenti di sini, ia mengerti. Ada yang telah musnah. Beberapa patah kata yang segera dijemput angin begitu diucapkan dan tak sampai ke siapapun." -Sapardi Djoko Damono

Wednesday, September 18, 2013

Kulihat di Depanku

Sebuah puisi gaya lama, syair yang kubuat untuk seseorang. Identitas orang itu dapat diketahui dengan petunjuk dari judul puisi ini.

* * *

KULIHAT DI DEPANKU
(Mahardhika Kusumo Simbolon)

Embun yang kelabu itu bergerak menjauh
Dari dermagaku mereka angkat sauh
Inilah janji Kala waktu air keruh
Tidak sia-sialah semua tetes peluh

Ada yang datang melingkarkan tambang
Itu dia yang berdiri di depan gerbang
Naik melompati karang
Telah kini murni terpampang

Elang menari riuh di atas pura
Narendra mengetuk pintu Batara
Aku bergeming menyangkal segala lara
Sempurna sudah dalam hati membara

Tidak lagi kubutuhkan cita-cita
Indah nian tersiratkan cerita
Tetaplah ini yang penting dalam kata
Inilah kau dan aku, inilah kita. Cinta.

(Jakarta, 18 September 2013)