Tuesday, November 24, 2015

Duhai Angkara Murka

Di sehela nafasku kau embusan kecewa,
di sekedip mataku kau tatapan curiga,
di sekelebat telingaku kau suara rana,
di seucap bibirku kau ratap sengsara,
di sela kulitku kau sayatan luka,

di cakrawala diriku kau lautan duka,

duhai angkara murka.

Sunday, November 22, 2015

Tentang Diri dan Bahagia

Kita bicara soal diri. Diriku, dirimu, diri kita.
Kita bicara soal bahagia. Bahagiaku, bahagiamu, bahagia kita.

Kita lahir sebagai diri, kita mati sebagai diri.
Sesudah lalu sebelumnya, kita hidup untuk bahagia.

Diri yang bahagia.
Diriku bahagiaku, dirimu bahagiamu.
Diri kita bahagia kita.

Percuma saja mencari bahagia sementara kaubiarkan diri hilang.
Sama sia-sianya mencari diri tanpa berbahagia.

Memaksa dirimu untuk berpura-pura bahagia dan membiarkan wajahmu malu, lidahmu kelu, telingamu kaku, dan hatimu beku.
Manalah mungkin diri yang palsu mendapat bahagia yang sejati itu?

Sunday, November 08, 2015

Untuk Henry

Seorang laki-laki muda bertubuh gempal namun tetap proporsional, seperti yang sering kaulihat duduk mendengarkan lagu di kafe-kafe sambil menatap layar komputernya dan menyibukkan jemarinya. Kacamatanya yang besar dan bulat memperjelas kesan itu. Rambutnya yang sedikit bergelombang, sangat sedikit, terduduk rapi di permukaan ubun-ubunnya dan memayungi kepalanya, cukup saja untuk aku masih dapat melihat kedua telinganya yang salah satunya berhiaskan sebuah titik hitam: kuanggap saja semacam giwang yang sungguh kecil, lebih kecil dari tahi lalat manusia kebanyakan. Dia berbicara dengan senyum tersungging dan mata berbinar, seperti anak kecil yang penasaran melihat ibunya yang sedang menjahit baju, yang menyampaikan kepadaku: banyak yang telah dia ketahui.