KETIKA KAU TAK ADA
(Sapardi Djoko Damono)
Ketika kau tak ada
masih tajam seru jam dinding itu
jendela tetap seperti matamu
nafas langit pun dalam dan biru
hanya aku yang menjelma kata
mendidih menafsirkanmu
Kau mungkin jalanan menikung-nikung itu
yang menjulur dari mimpi
yang kini mesti kutempuh
sebelum sampai di muaramu
sungguh, tiadakah tempat berteduh di sini?
Kalau tak ada di antara jajaran cemara itu
kepada siapa mesti kucari jejak nafasmu?
Maghrib begitu deras, ada yang terhempas
tapi ada goresan yang tak akan terkelupas
* * *
LIMA SAJAK EMPAT SEUNTAI
(Sapardi Djoko Damono)
Kukirimkan padamu beberapa patah kata
yang sudah langka
jika suatu hari nanti mereka mencapaimu, rahasiakan
sia-sia saja memahamiku
Ruangan yang ada dalam sepatah kata
ternyata mirip dengan rumah kita
ada gambar, bunyi, dan gerak-gerik di sana
hanya saja kita diharapkan menafsirkannya
Bagi yang masih percaya pada kata
Diam pusat gejolaknya, padam rintik kobarnya
Tapi kapan kita pernah memahami laut,
memahami api yang tak hendak surut?
Apakah yang kita dapatkan di luar kata?
Taman bunga ruang angkasa
di taman begitu banyak yang tak tersampaikan
di angkasa begitu hakiki makna kehampaan
Dalam setiap kata yang kaubaca
selalu ada huruf yang hilang
kelak kau akan menemukannya kembali
di sela-sela kenangan penuh ilalang
* * *
PADA SUATU HARI NANTI
(Sapardi Djoko Damono)
Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari
No comments:
Post a Comment