PERINGATAN: Jika Anda adalah orang yang taat beragama, atau orang yang menganut kepercayaan tertentu, tidak perlu melanjutkan untuk membaca ini. Tulisan ini hanya dapat dibaca orang yang sungguh terbuka, penuh rasa ingin tahu, dan tidak dihalangi oleh sekat apapun termasuk kepercayaannya sendiri apalagi kepercayaan orang lain. Ingat, Anda sudah diperingatkan. Selamat membaca.
* * *
AKU adalah manusia.
AKU dilahirkan pada suatu waktu, yang aku namakan hari, tanggal, bulan, dan tahun.
AKU ada di sini, di tempat yang aku namakan rumah.
AKU bersama DIA yang aku namakan ayah, DIA yang aku namakan ibu, dan MEREKA yang aku namakan saudara.
AKU mencintai mereka semua.
AKU mencintai segala hal, tetapi aku paling mencintai diriku sendiri.
AKU sudah bahagia, tetapi aku terus mencari-cari kebahagiaan.
AKU menemukan kebahagiaan dalam TUHAN, tetapi seringkali aku meragukan Tuhan.
Bagaimanapun, AKU adalah AKU, dan TUHAN adalah TUHAN.
AKU bukanlah aku, dan TUHAN bukanlah Tuhan.
Karena AKU bukanlah Tuhan, dan TUHAN bukanlah aku, akhirnya AKU sadar bahwa:
AKU adalah TUHAN.
* * *
(Tulisan ini adalah semata-mata hasil perenungan yang dilakukan secara bebas, dan tanpa ada tujuan dan maksud tertentu, apalagi yang menyangkut kepercayaan orang lain.)
Sunday, April 28, 2013
Sunday, April 21, 2013
Dua Bukan Satu
Aku tahu magnet. Dia punya dua kutub. Orang bilang Utara dan Selatan, merah dan biru, hitam dan putih, atau negatif dan positif, apapun. Setiap dari mereka akan menarik yang berbeda dan menolak yang sama. Mereka dua dan bisa bersatu. Tapi dua tetap bukan satu.
Aku tahu matahari. Dia punya cahaya dan mengeluarkannya setiap saat. Mereka muncul bersamaan. Mereka dua dan muncul sebagai satu. Tetapi mereka bukan satu dan bukan juga dua. Dan dua tetap bukan satu.
Aku juga tahu lautan. Dia sangat besar. Dia punya ombak di setiap sudutnya. Ombak bergelung di setiap penjuru lautan. Mereka bergerak bersamaan, timbul dan hilang. Mereka bukan satu, tapi juga bukan dua. Dua tetap saja bukan satu.
Dualisme berada dimana-mana dan terus terjadi dalam hidupku, membuatku terjebak dalam penyatuan-penyatuan yang bukan esensi. Aku ini api yang selalu mencoba bersatu dengan air, namun apa daya jika ruang dan waktu tidak merestui. Aku harus berpisah dari air, dan mencoba mencari kesatuanku. Beruntung jika aku bisa menemukan api lainnya, tapi itu masalah nanti.
Kini aku bingung harus bilang apa pada air, sementara kala terus mendesakku untuk meninggalkannya. Apakah semua air yang menguap dan api yang padam yang telah kami korbankan demi sebuah kebersamaan akan tidak berguna dan dianggap lalu begitu saja?
Dua itu menandakan perbedaan realita dan tidak bisa diterima semesta. Salahku sejak awal inilah, yang mencoba menyatukan dua. Padahal dua bukan satu. Dan tak bisa bersatu.
Jadi aku harus apa?
Aku tahu matahari. Dia punya cahaya dan mengeluarkannya setiap saat. Mereka muncul bersamaan. Mereka dua dan muncul sebagai satu. Tetapi mereka bukan satu dan bukan juga dua. Dan dua tetap bukan satu.
Aku juga tahu lautan. Dia sangat besar. Dia punya ombak di setiap sudutnya. Ombak bergelung di setiap penjuru lautan. Mereka bergerak bersamaan, timbul dan hilang. Mereka bukan satu, tapi juga bukan dua. Dua tetap saja bukan satu.
Dualisme berada dimana-mana dan terus terjadi dalam hidupku, membuatku terjebak dalam penyatuan-penyatuan yang bukan esensi. Aku ini api yang selalu mencoba bersatu dengan air, namun apa daya jika ruang dan waktu tidak merestui. Aku harus berpisah dari air, dan mencoba mencari kesatuanku. Beruntung jika aku bisa menemukan api lainnya, tapi itu masalah nanti.
Kini aku bingung harus bilang apa pada air, sementara kala terus mendesakku untuk meninggalkannya. Apakah semua air yang menguap dan api yang padam yang telah kami korbankan demi sebuah kebersamaan akan tidak berguna dan dianggap lalu begitu saja?
Dua itu menandakan perbedaan realita dan tidak bisa diterima semesta. Salahku sejak awal inilah, yang mencoba menyatukan dua. Padahal dua bukan satu. Dan tak bisa bersatu.
Jadi aku harus apa?
Monday, April 15, 2013
Bodoh.
Aku tertipu dengan jubah lima rangkai yang dikenakannya. Kukira dia sejati, namun dalamnya sama saja. Ternyata hanya penggembira, seperti biasa, bahkan yang ini tak punya permata barang sebutir. Hebat, aku bisa tidak melihatnya. Lalu apa?
Merpati sudah terlanjur bersarang. Bagaimana cara memisahkannya tanpa membunuhnya? Bagaimana cara menyibakkan jubahnya tanpa membuatnya telanjang? ah, bodohnya aku baru menyadarinya sekarang. Ini sama saja tinggal tunggu mati. Pokoknya jangan sampai dia bawa bunga.
Ini karena aku yang bodoh, tidak teliti sebelum membeli. Alhasil, tidak juga garansi dapat menjaminnya. Tahu begini buat apa aku susah-susah bertengkar dengan pemilik toko? Toh tidak ada yang begitu cakap dari barang itu, hanya penjualnya saja yang pilih-pilih pembeli.
Ya mau bagaimana lagi? Aku bodoh.
Bodoh.
Merpati sudah terlanjur bersarang. Bagaimana cara memisahkannya tanpa membunuhnya? Bagaimana cara menyibakkan jubahnya tanpa membuatnya telanjang? ah, bodohnya aku baru menyadarinya sekarang. Ini sama saja tinggal tunggu mati. Pokoknya jangan sampai dia bawa bunga.
Ini karena aku yang bodoh, tidak teliti sebelum membeli. Alhasil, tidak juga garansi dapat menjaminnya. Tahu begini buat apa aku susah-susah bertengkar dengan pemilik toko? Toh tidak ada yang begitu cakap dari barang itu, hanya penjualnya saja yang pilih-pilih pembeli.
Ya mau bagaimana lagi? Aku bodoh.
Bodoh.
Subscribe to:
Comments (Atom)